Tuesday, May 4, 2010

Perlukah kita memahami pola pikir anak?

Jawaban atas pertanyaan di atas adalah: Jelas sangat perlu, supaya terjalin hubungan yang harmonis dan terbuka antara ortu dan anak.
Lalu bagaimana caranya?

Pertama:

Mari kita mengingat masa kecil kita sendiri. Bagaimana cara kita memandang hidup pada waktu kita masih kanak-kanak. Hal ini dapat menjadi tolok ukur agar kita mampu memahami anak kita pada usia mereka sekarang.

Kedua:

Kenalilah sifat setiap anak yang unik (tidak ada yang sama) dan memiliki ciri tertentu. Dari situ kita akan dapat memberikan tugas-tugas dan menyadarkan mereka akan kewajibannya sesuai dengan usia dan kemampuan mereka.
Contoh: ada anak yang sifatnya mudah mengerti dan menurut karena memang sifatnya suka pada semua aturan yang ada, baik aturan di sekolah maupun di rumah. Tetapi ada juga anak yang selalu ingin bebas dalam berpikir, bertindak karena menurutnya segala sesuatu ditentukan dengan intuisi yang dia punyai. Tentu saja sifat2 ini hanya akan mudah dideteksi oleh orang tua si anak.

Orang tua harusnya menyadari bahwa:
  1. mereka perlu ruang gerak dan waktu lebih banyak untuk bermain dan bereksplorasi lebih banyak dari kita.
  2. mereka perlu pendampingan hampir disetiap kegiatan yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan2 yg senantiasa muncul bila mereka melihat hal2 baru atau kejadian2 aneh. (kalaupun ortu bekerja dan tidak ada banyak waktu bersama anak, hal ini dapat digali dari cerita2 anak ttg apa saja yang sudah dikerjakan dan kejadian sehari2 yg dialami)
  3. mereka harus dihargai pendapat dan dipenuhi keinginannya (apabila ortu mempunyai pendapat dan keinginan berbeda, coba lihat lagi dari sudut pandang anak kita, apabila mungkin, diskusikan bersama)
  4. Mereka harus diberi kepercayaan dan tanggung jawab dalam memecahkan masalah mereka menurut nilai2 yang sudah kita bangun dan tanamkan sejak kecil.
Read More..

Sunday, March 14, 2010

DIDIK ANAK SESUAI FASE UMUR MEREKA

Dalam Amsal 22:6 tertulis, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”
“Teach a child how he should live, and he will remember it all his life.” (Today’s English Version).

Setiap manusia punya fase-fase umur tertentu, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, dewasa muda, dewasa dan masa tua.

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya” berarti: sebagai orangtua, kita harus mengerti pendidikan yang sesuai untuk fase umur yang sedang dijalani oleh anak-anak kita.

Contoh, ketika mereka masih kecil (untuk masa kanak-kanak pun terdapat pendidikan khusus untuk setiap rentang umur tertentu, contoh untuk masa batita, masa balita, dll), didiklah mereka dengan pendidikan/pola asuh untuk anak kecil.

Yang sering kali terjadi adalah, orangtua LUPA bahwa anak-anak mereka sudah menginjak fase umur berikutnya. Ini mengakibatkan didikan orangtua sudah TIDAK SESUAI lagi.

Contoh, ketika si anak sudah menginjak remaja, orangtua tetap dengan gaya didik yang sama seperti ketika si anak masih kecil. Masih diomelin, masih didikte dengan penuh otoritas karena merasa si anak tidak bisa dilepas sendiri alias tidak bisa dipercayai.

Akibatnya, anak mulai memberontak dengan alasan “masih diperlakukan seperti anak kecil”. Mereka mulai berani membantah apa kata orangtua, karena mereka sudah remaja, dan punya pendirian serta pendapat sendiri tentunya. Hal ini tidak disadari orangtua, tetapi justru membuat orangtua semakin marah dan kesal. Orangtua menganggap anaknya “kurang ajar”, karena berani membantah perkataan orangtua.

Jika ini dibiarkan terus terjadi, jangan kaget jika anak-anak kita menjadi semakin jauh dari yang kita harapkan. Kita berharap anak kita belajar rajin, ternyata justru sebaliknya, si anak mulai sibuk dengan urusannya sendiri dan bahkan sengaja melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan dan pengharapan orangtua.

Bagi para orangtua, bacalah sekali lagi ayat di atas, lalu DIDIKLAH anak-anak kita sesuai umur mereka. Orangtua berhak punya otoritas yang tidak bisa diganggugugat ketika anak-anak masih kecil. Karena seorang anak kecil belum bisa mengambil keputusan sendiri, belum bisa membedakan mana benar, mana salah. Tetapi ketika mereka mulai remaja, otak mereka berkembang, pergaulan mereka juga sudah jauh berbeda, tontonan yang mereka pilih, gaya berbicara, berpakaian, bersikap, dll, akan mengalami perubahan. Jadi jangan samakan pendidikan untuk mereka seperti waktu mereka masih kecil dulu, atau kita justru akan “kehilangan” seorang pribadi yang kepadanya kita mengharapkan segala yang terbaik.

Sebagai orangtua, perlengkapi diri dengan pengetahuan tentang mendidik anak, sesuai fase umur mereka…. Dan tepat seperti Firman Tuhan katakan, “…maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”

Selamat menjadi orangtua yang bijaksana!(-R-)
Read More..

Sunday, February 28, 2010

TRUST

Memiliki hubungan baik dimanapun kita berada itu penting, entahkah itu dalam keluarga, pertemanan, pekerjaan, pelayanan, dan lain-lain. Tapi yang JAUH lebih penting lagi adalah memiliki rasa saling percaya atau trust didalam setiap bentuk hubungan tersebut. Dan ketika rasa saling percaya tadi kita temukan dalam hubungan yang kita jalin dengan siapapun, maka hubungan itu adalah sebuah hubungan yang sehat!

Satu hal bisa dijadikan tolok ukur apakah sebuah hubungan dikatakan sehat atau tidak, yaitu Uang.

Di dalam keluarga kita, cobalah tanyakan kepada diri sendiri beberapa pertanyaan menyangkut tolok ukur “Uang”, sebagai berikut:
  1. Ketika kita membeli sebuah mobil pribadi dan mengatasnamakan (meminjam atas nama) kepemilikan mobil tersebut di bawah nama orangtua (ayah atau ibu), pasangan (istri/suami), saudara sekandung (kakak/adik), percayakah kita bahwa satu saat nanti harta tersebut tidak akan di-sengketa-kan oleh pemilik nama yang kita pakai/pinjam tadi?
  2. Percayakah kita meminjamkan uang pribadi dalam jumlah tidak kecil kepada saudara sekandung tanpa perjanjian tertulis, untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan (bahkan beberapa tahun), secara lisan saja bahwa pinjaman uang akan dikembalikan beserta “poin-poin perjanjian tertentu lain” misalnya mengenai pembayaran bunga, dan lain-lain?
Jika jawaban atas kedua pertanyaan di atas adalah “100% YA”, maka hubungan yang kita miliki dalam keluarga adalah hubungan yang sehat!

Bagaimana caranya memiliki rasa saling percaya? Sebuah hubungan menyangkut dua paradigma penting, yaitu:
1. Tidak datang dengan sendirinya
2. Perlu diuji dengan waktu

Begitu juga dengan Kepercayaan. Contoh, seorang staf baru bisa saja terlihat jujur dalam jangka waktu 1 minggu. Tapi seiring berjalannya waktu, staf yang sama kedapatan “tidak dapat dipercaya” karena telah melakukan penggelapan uang perusahaan pada saat ia telah bekerja selama 6 bulan!
Masalahnya bukan cuma terdapat pada staf tersebut, melainkan juga karena sebuah kepercayaan tidak datang dengan sendirinya, dan harus diuji, salah satu dan terutama adalah melewati ujian waktu!
Itu sebabnya perusahaan memiliki peraturan “probation” atau masa percobaan selama jangka waktu tertentu bagi setiap karyawan barunya.
Mempercayai seseorang, atau orang lain yang memercayai kita, sangat membutuhkan ujian waktu.

Berikut hal penting yang harus ada dalam sebuah hubungan yang sehat (memiliki trust di dalamnya): Komunikasi yang efektif.
Seperti apakah itu? Yaitu yang memenuhi dua syarat:
Terus menerus
selalu ada waktu yang berkesinambungan untuk menjalin komunikasi satu sama lain. Jika komunikasi dilakukan 1 bulan satu kali dalam durasi hanya 10 menit, wajar jika hubungan itu akan membawa banyak kesalahpahaman di antara kedua belah pihak.
Dari hati ke hati.
kedua pihak harus bisa berbicara dari hati, dan bukan hanya basa-basi.
Kalau ada “ganjalan” di hati yang membuat kita gusar, bertanya-tanya, dan lain-lain, maka kemungkinan besar karena komunikasi tidak dilakukan secara terus menerus dan dari hati ke hati.

Tapi ingat! Komunikasi yang efektif juga harus melihat:
Tempat yang tepat
Dalam arti nyaman untuk berkomunikasi. Bukan waktu di tengah keramaian sehingga banyak gangguan dalam berkomunikasi.

Waktu yang tepat
Pada waktu yang tidak terburu-buru, bukan waktu “selingan”, tapi khusus dan cukup banyak waktu untuk berkomunikasi dengan baik.

Cara yang tepat
Singkirkan dulu persepsi yang keliru dan berkomunikasilah dengan hati dan pikiran “bersih”. Perhatikan nada suara, tidak meninggi/penuh emosi.

Selamat memiliki hubungan yang baik dengan siapapun! ®
Read More..

Sunday, January 31, 2010

HAL-HAL BARU

Semua manusia punya satu kecenderungan sama yaitu selalu ingin tahu atau punya keingintahuan yang besar. Dan itu terlihat sejak kecil. Seorang anak kecil sangat menyukai ketika ia menemukan atau diajari hal-hal baru.

Satu ketika, saya memberitahu seorang keponakan perempuan untuk membuat icon LOL (laugh out loud) di Yahoo Messenger. Dia sangat senang mendapat “pengetahuan baru” tersebut. Tidak hanya satu kali dia mencoba ulang, tapi berkali-kali, lagi dan lagi karena takjub melihat tanda baca “titik dua” dan “kurung tutup” yang ketika ia ketikkan pada jendela YM, lalu ditekannya “enter” maka tanda tersebut berubah menjadi gambar smiley yang tertawa terbahak-bahak.

Itu baru satu hal kecil yang baru. Bagaimana dengan hal-hal baru lain yang tidak pernah kita sebagai orangtua mengajarkannya di rumah? Maka anak-anak kita pasti mencari tahu sendiri dengan caranya masing-masing. Apakah itu bertanya kepada teman, mendengar cerita teman, melihat lalu meniru tingkah laku teman, dan lain-lain.

Sebagai manusia, tentu orangtua punya keterbatasan dalam hal kehadiran. Kita tidak akan pernah sanggup selalu berada di samping anak-anak kita, 24 jam 7 hari seminggu.
Itu sebabnya penting bagi orangtua untuk selalu:
1. Berdoa
Selalu mendoakan anak-anak kita (setiap hari) agar dikelilingi oleh pergaulan yang benar. Kebanyakan, pornografi diperkenalkan kepada seorang anak kecil dari teman sekolah mereka.

2. Mengajar
Orangtua harus suka mengajarkan hal-hal baru kepada anak-anak mereka, khususnya yang seringkali disalahgunakan oleh dunia di luar sana(di luar kontrol orangtua). Ketika anak-anak banyak/sering mendapatkan pelajaran baru dari orangtua mereka di rumah, maka mereka tidak akan menyalurkan keingintahuan mereka di luar sana

3. Mendengar
Orangtua harus mau terbuka mendengarkan cerita setiap anaknya (dalam arti tidak langsung menghakimi atau menasihati dulu, cukup didengarkan) agar mereka juga terbuka atau merasa nyaman menceritakan apapun yang mereka ingin ceritakan/tanyakan kepada orangtua.

Kita tahu bahwa iblis mengincar setiap anak-anak untuk mereka rusak, khususnya secara jiwa (pikiran, perasaan, kehendak). Melalui media apapun, pornografi dengan gampang didapatkan oleh seorang anak kecil, belum lagi tayangan kekerasan yang disisipkan dalam film anak-anak, dan lain-lain “akal bulus” iblis untuk memenuhi tujuannya menjatuhkan generasi kita.

Jangan biarkan anak-anak mencari “pengetahuan baru” di luar sana!

Selamat berdoa, mengajar, dan menjadi pendengar yang baik! (ER)
Read More..

Sunday, January 17, 2010

AKU DATANG SEGERA, ADAKAH IMAN DI BUMI?

Dimana ada iman disitu ada pengharapan akan campur tangan TUHAN untuk terjadinya mukjizat, karena sesungguhnya kunci sukses adalah “G factor” alias "God" only. Iman adalah dasar dari segala sesuatu (mukjizat) yang tidak terlihat atau jauh tersembunyi dalam hati manusia selama kurun waktu tertentu.

Iman ini sangatlah penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Dalam pekerjaan butuh iman untuk sukses. Bayangkan apabila setelah kita bekerja sungguh-sungguh tapi tidak punya keyakinan bahwa kita pasti sukses atau dengan kata lain kita tidak berharap apa yang kita kerjakan akan sukses. Apa yang terjadi?

Dalam berkeluarga butuh iman untuk menjadi keluarga yang bahagia. Kalau pernikahan kita tidak disertai perharapan akan suatu kehidupan yang lebih baik dan bahagia, maka masing-masing individu dalam keluarga tidak akan mengusahakan kebahagiaan bersama.

Dalam mendidik anak sangat dibutuhkan iman akan kesuksesan anak kita kelak, agar kita tak jemu dalam membina mereka. Dengan keyakinan bahwa anak kita akan menjadi pribadi yang lebih sukses dari keadaan kita sekarang, maka kita akan tetap bersemangat dalam mendidik dan mengasuh mereka.

Dalam beribadah kita juga butuh iman untuk menjalankannya dengan pengertian benar akan siapa yang kita sembah, sehingga kita tidak sekedar ikut-ikutan.
Dalam hubungan dengan sesama juga diperlukan iman bahwa kita harus berbagi beban dan kenikmatan agar kita bisa belajar hidup lebih baik lagi. Jadi, sekali lagi milikilah iman. (Cicilia Liem)

Read More..